Hashtag (#) merupakan sebuah simbol yang jamak digunakan dalam
dunia media sosial dewasa ini. Menurut Goodwin (2015), penggunaan pertama kali
dari hashtag dapat ditarik hingga
tahun 1988, lewat teknologi Internet
Relay Chat dengan fungsi yang mirip dengan sekarang (mengelompokkan gambar,
pesan, video dan konten lain ke dalam grup-grup). Pada tahun 2007, Chris
Messina (aktor dan sutradara asal Amerika) merupakan orang pertama yang
menyinggung soal penggunaan simbol ‘#’ untuk membedakan grup-grup dalam
Twitter, namun menurut Goodwin, orang pertama yang menggunakan istilah ‘hashtag’ adalah seorang blogger bernama Stowe Boyd dalam sebuah
postingan miliknya.
Kasus pertama yang menjadi pemicu
popularitas dari penggunaan hashtag adalah
kebakaran skala besar di California tahun 2007. Nate Ritter, seorang pengguna
Twitter menggunakan tagar #sandiegofire saat
menulis tweet mengenai kebakaran itu.
Salah satu tweet miliknya berbunyi “#sandiegofire:
300,000 people evacuated in San Diego county now” (Gregorio, 2018). Usaha
Nate tersebut membuat orang-orang di seluruh penjuru dunia dapat dengan mudah
mendapatkan dan menyebarkan informasi terkait bencana tersebut secara real-time, dan menjadi awal mula dari
euforia penggunaan hashtag dalam
dunia maya.
Pada tahun 2009, Twitter
menambahkan fitur hashtag, dimana
pengguna dapat mencari tweet atau
konten hanya berdasarkan hashtag.
Facebook sendiri baru mulai mengadopsi hashtag
pada tahun 2013 (Black, 2018). Sekarang, hashtag sudah bisa ditemui di hampir seluruh media sosial, seperti
Instagram, Pinterest, Youtube, dan Tumblr. Tidak hanya di sosial media, hashtag juga banyak digunakan dalam
bidang politik, berita, iklan, dan masih banyak lagi. Hampir semua acara di
televisi memiliki hashtag yang
diasosiasikan dengan program tersebut, bahkan terkadang setiap episode memiliki
tag yang unik, sehingga konsumen
dapat mencari dan bertukar informasi mengenai episode atau program tertentu
dengan lebih mudah.
Tentu tujuan pengunaan hashtag tidak terbatas hanya pada
kemudahan mengakses informasi saja. Menurut penelitian yang dilakukan
Laestadius & Megan (2017: 3-5), banyak fenomena lain yang timbul dari
maraknya pengunaan simbol ini. Salah satu contohnya adalah ‘pemanfaatan’
konsumen sebagai media iklan atau promosi baru oleh perusahaan-perusahaan di
dunia. KFC merupakan satu perusahaan yang gencar dalam melakukan promosi lewat
media sosial dengan hashtag
#howdoyoudoKFC. Dengan menggunakan tag
ini, para konsumen KFC, yang mayoritas adalah kalangan muda dan juga pengguna
media sosial, dapat menunjukkan foto apa saja yang mereka makan dengan tampilan
dan susunan yang menarik (atau dalam bahasa gaul,
instagrammable; menarik untuk difoto
atau dilihat / memanjakan mata).
Apa yang dilakukan oleh KFC ini
bisa dibilang merupakan sebuah langkah yang sangat cerdas dari sisi marketing. Tanpa perlu mengeluarkan uang
sepeserpun, pengguna media sosial secara sadar atau tidak sadar sudah melakukan
promosi lewat postingan mereka tersebut. Terlebih kalangan muda yang mudah
tergoda oleh tren baru, banyak kalangan muda yang ikut melakukan sesuatu
sekedar supaya tidak ketinggalan tren saja, tanpa mengetahui bahwa mereka
sebenarnya sedang ‘membantu’ sebuah perusahaan dalam menciptakan brand awareness dan loyalitas publik.
Walau menurut Laestadius & Megan (2017: 5), apa yang dilakukan oleh
kalangan muda ini tidak bisa disalahkan, karena media sosial merupakan wadah
bagi mereka untuk menunjukkan identitas dan eksistensi diri, tempat dimana kreativitas
dan pendapat mereka bisa dilihat atau didengarkan oleh publik.
Menurut Nurudin (2017: 159-160),
tidak jarang pula muncul hashtag sebagai
bentuk perlawanan masyarakat maya terhadap suatu bencana atau kejadian. Bila
kita mengingat serangan bom di Sarinah, Jakarta pada tahun 2016 lalu, muncul hashtag #PrayForJakarta dan #KamiTidakTakut¸ kedua tag ini merupakan wujud dari simpati
masyarakat di daerah lain terhadap kejadian di Jakarta, sekaligus bentuk pernyataan
masyarakat bahwa mereka tidak takut dan akan terus melawan aksi teror dalam
bentuk apapun. Penggunaan tag ini
juga membuat masyarakat bisa dengan cepat mencari dan mengikuti berbagai
informasi yang terkait dengan serangan bom di Jakarta. Bisa dibilang, penggunaan
hashtag di kasus-kasus genting
seperti ini mampu menumbuhkan benih-benih kepedulian dan menjadi alat pemersatu
rakyat yang biasa acuh tak acuh terhadap kondisi satu sama lain.
Gerakan hashtag adalah gerakan spontan masyarakat dari berbagai macam
kepentingan, dan telah menjadi sebuah fenomena sosial masyarakat masa kini.
Kita sudah tidak bisa lagi memandang sebelah mata peran hashtag di media sosial, walau ia sendiri bisa menjadi pisau
bermata dua. Hashtag bisa mendongkrak
kredibilitas/popularitas seseorang atau lembaga, mencari keuntungan, dukungan,
dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap suatu fenomena yang tengah
terjadi. Namun, ia juga bisa menjadi “landasan hukum” dalam media sosial,
dengan netizen sebagai hakimnya.
Mereka bisa menghakimi orang/lembaga tertentu, menjatuhkan kredibilitas, bahkan
melakukan cyber-bullying dengan hanya
bermodalkan hashtag, yang sayangnya,
terkadang masih tidak didukung oleh bukti yang kuat atau hanya berdasarkan
pendapat subjektif semata dan tidak sesuai dengan fakta yang sesungguhnya
terjadi (Nurudin, 2017: 161-162).
Daftar Pustaka
Buku
1.
Nurudin.
2017. Perkembangan Teknologi Komunikasi. Depok: Rajagrafindo Persada.
Jurnal
1.
Laestadius,
Linnea, dan Megan M. Wahl. 2017. Mobilizing Social Media Users to Become
Advertisers: Corporate Hashtag Campaigns as a Public Health Concern. Joseph J. Zilber School of Public
Health, University of Wisconsin–Milwaukee, USA Journal, Volume 3. Diunduh pada 20 April 2019.
Artikel Daring
1.
Black,
Erin (2018, 30 April). Meet the man who
‘invented’ the #hashtag. Diakses pada 20 April 2019, dari https://www.cnbc.com/2018/04/30/chris-messina-hashtag-inventor.html
2.
Gregorio,
Jomer (2018). The History and Power of
Hashtags in Social Media Marketing (Infographic). Diakses pada 20 April
2019, dari https://digitalmarketingphilippines.com/the-history-and-power-of-hashtags-in-social-media-marketing-infographic/
3.
Goodwin, Elana (2015, 4 Mei). How Hashtags Evolved and Changed the Way We Communicate. Diakses
pada 20 April 2019, dari https://www.huffpost.com/entry/how-hashtags-evolved-and_b_6795646
No comments:
Post a Comment