Search This Blog

Wednesday, April 3, 2019

Teknologi Seluler: Sudah Lima Generasi

           Perkembangan teknologi seluler tidak akan pernah bisa dipisahkan dari teknologi radio gagasan Guglielmo Marconi pada tahun 1897, yang merupakan cikal-bakal dari komunikasi nirkabel (Pearson, 2011: 4). Layanan telepon mobile pertama kali diperkenalkan ke publik pada 1946 oleh perusahaan AT&T di St. Louis, Missouri, Amerika Serikat, sebuah sistem manual yang memiliki kapasitas untuk menampung tiga panggilan sekaligus. Pada tahun 1948, AT&T telah menyediakan layanan mobile ke seratus kota di seluruh Amerika dan memiliki lebih dari lima ribu pelanggan, yang kebanyakan berasal dari kalangan pekerja, seperti reporter dan operator truk (Pearson, 2011: 3).

               Teknologi seluler awal masih memiliki kemiripan dengan teknologi radio atau penyiaran. Pemancar berkekuatan tinggi ditaruh di atap gedung tinggi atau rumah, dan memancarkan sinyal dengan jangkauan 20-30 mil. Jaringan seluler generasi pertama menggunakan kanal frekuensi 40, 150, dan 450 MHz, yang mampu memuat lebih dari 40 channel untuk telepon mobile. Ternyata, permintaan pasar akan layanan ini begitu besar hingga membuat konsumen harus menunggu cukup lama untuk mendapat giliran. Hal ini diperburuk dengan fakta bahwa orang dengan jabatan atau keperluan penting (misalkan dokter atau pegawai pemerintahan) lebih diutamakan untuk menggunakan layanan ini, hingga kadang rakyat biasa harus menunggu cukup lama (Frenkiel, 2014: 2). Bahkan menurut Pearson (2011: 3), masalah ini masih berlanjut hingga tahun 1976, dimana Improved Mobile Telephone System (IMTS) di New York, hanya memiliki 12 channel dan kapasitas 2.000 pelanggan. Terkadang konsumen harus menunggu sampai 30 menit hanya untuk mendapatkan jatah panggilan.

               Sebuah solusi kemudian digagas untuk mengatasi problematika ini, yakni dengan mengganti konsep pemancar tunggal berkekuatan tinggi dengan beberapa pemancar berkekuatan lebih rendah yang tersebar dalam area yang lebih luas dan mencakup lebih banyak spektrum. Ide ini sebenarnya pertama kali digagas oleh Bell Labs pada tahun 1947, namun saat itu teknologi yang ada belum mendukung (Pearson, 2011: 3). Hingga pada 1971, AT&T mengajukan proposal ke Federal Communications Commission (FCC) tentang konsep komunikasi seluler. Pertimbangan FCC terhadap proposal AT&T memakan waktu yang tidak sedikit, baru pada 1983, FCC mengalokasikan spektrum 40 MHz pada band (pita) 800 Mhz. Hal inilah yang menjadi awal mula pengembangan generasi pertama dari jaringan seluler komersil.

               Jaringan seluler pertama kali diluncurkan di Jepang oleh Nippon Telephone and Telegraph Company (sekarang dikenal dengan nama NTT-Docomo) pada 1979. Disusul oleh Eropa pada 1981 lewat peluncuran sistem Nordic Mobile Telephone (NMT-400), sistem pertama yang mendukung roaming internasional. Generasi pertama (1G) ini masih memiliki kecepatan yang sangat lambat, sinyal yang belum stabil, serta rentan terhadap penyadapan oleh pihak luar karena sama sekali belum dilengkapi teknologi pengamanan (Patil, 2014: 204).
              
               Generasi seluler kedua (2G) diluncurkan pada akhir 1980-an. Dikenal juga dengan nama GSM, 2G membawa teknologi baru, yaitu modulasi digital yang mampu meningkatkan performa dibanding dengan analog, terutama dalam kualitas suara (Pearson, 2011: 6, 10). Teknologi ini juga membawa layanan baru untuk telepon seluler berupa pengiriman pesan singkat (SMS), serta kemampuan untuk mengakses internet lewat jaringan GPRS dan EDGE yang memiliki kisaran kecepatan 64-144 kbps. Kebutuhan akan akses internet yang semakin meningkat membuat International Telecommunications Union (TTU) mulai mengembangkan teknologi seluler generasi ketiga (3G) yang memiliki tujuan utama untuk meningkatkan kecepatan akses data. 3G beroperasi pada spektrum 2100 MHz, dan memungkinkan layanan baru berupa video call dan akses internet kecepatan tinggi yang sanggup mencapai 384 kbps. Bahkan, peluncuran teknologi HSPA+ (3,5G) pada 2007 mampu meningkatkan kecepatan akses data hingga 14,4 Mbps, sebuah lompatan yang sangat signifikan (Pearson, 2011: 12).

               Long Term Evolution (LTE) merupakan generasi keempat dari teknologi seluler yang dikenalkan pada 2012. LTE tidak membawa banyak teknologi baru dibanding 3G, namun ia mampu memberikan akses data yang jauh lebih cepat hingga mencapai 100 Mbps. Hal ini sangat penting, terutama karena kehadiran smartphone yang membuat banyak orang memerlukan layanan seluler berkecepatan tinggi untuk mengakses internet, media sosial, maupun bermain game online. Beberapa provider seluler di Amerika Serikat dan negara maju lainnya bahkan sudah mampu memberi akses kecepatan hingga 1 Gbps (1000 Mbps) pada tahun 2014 (Patil, 2014: 205).
              
               Teknologi generasi kelima (5G) merupakan teknologi seluler anyar yang menjadi salah satu topik terpanas dalam dunia teknologi modern ini, dan sudah ramai diperbincangkan dari awal tahun 2018. 5G diharapkan mampu menghadirkan kecepatan yang jauh lebih tinggi lagi dibandingkan LTE. Tentu kebutuhan ini tidak lepas dari perkembangan dan perubahan tren teknologi komputasi yang sekarang sedang mengarah ke cloud computing (komputasi awan), yang mana sangat memerlukan akses data secara masif, cepat, dan stabil 24 jam penuh. Teknologi seluler terbaru ini diprediksi mampu mencapai kecepatan 5 Gbps dengan ongkos yang semakin murah, sehingga semakin mampu dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat (Patil, 2014: 206-207).

               Perusahaan-perusahaan ternama, seperti Samsung, LG, dan Xiaomi, tentu tidak mau tertinggal dalam tren perkembangan seluler terbaru ini. Terbukti, pada tahun 2019 sudah ada cukup banyak smartphone yang mendukung jaringan 5G, sebut saja Samsung Galaxy S10, Oppo R15, atau Motorola Z4 (Team Digit, 2019). Memang saat ini kebanyakan smartphone yang mendukung 5G masih berada pada kelas flagship (kelas atas) dengan spesifikasi yang tinggi, namun memiliki harga yang mahal. Diharapkan dalam beberapa waktu ke depan, kelas menengah atau bahkan bawah juga akan bisa menikmati teknologi anyar ini. 5G juga diharapkan tidak hanya dimanfaatkan untuk keperluan seluler saja, namun juga digunakan dalam bidang lain, seperti sistem kecerdasan buatan dan mobil otomatis (5GCAR), media penyiaran (5G-MEDIA), kemanan publik (MATILDA), hingga kesehatan lewat layanan dokter dan konsultasi kesehatan berbasis aplikasi serta teknologi cloud (EU5G Consortium Parties, 2018: 92-93).


Daftar Pustaka

Jurnal
1.      Frenkiel, Richard. 2014. A Brief History of Mobile Communications. Journal of Bell Laboratories. Diunduh pada 1 April 2019.
2.      Pearson. 2011. Evolution of Cellular Technologies. Fundamentals of LTE Chapter 1. Diunduh pada 1 April 2019.
3.      Patil, Ganesh R.. 2014. 5G Wireless Technology. International Journal of Computer Science and Mobile Computing Vol. 3, Issue 10, October 2014. Diunduh pada 1 April 2019.
4.      EU5G Consortium Parties. 2018. The European 5G Annual Journal 2018. Diunduh pada 1 April 2019.

Artikel Daring
Team Digit (2019, 4 Maret). Best Upcoming 5G Mobile Phones. Diakses pada 2 April 2019, dari https://www.digit.in/top-products/best-5g-mobile-phones-578.html

No comments:

Post a Comment