Perkembangan teknologi seluler
tidak akan pernah bisa dipisahkan dari teknologi radio gagasan Guglielmo
Marconi pada tahun 1897, yang merupakan cikal-bakal dari komunikasi nirkabel (Pearson,
2011: 4). Layanan telepon mobile pertama
kali diperkenalkan ke publik pada 1946 oleh perusahaan AT&T di St. Louis,
Missouri, Amerika Serikat, sebuah sistem manual yang memiliki kapasitas untuk
menampung tiga panggilan sekaligus. Pada tahun 1948, AT&T telah menyediakan
layanan mobile ke seratus kota di
seluruh Amerika dan memiliki lebih dari lima ribu pelanggan, yang kebanyakan
berasal dari kalangan pekerja, seperti reporter dan operator truk (Pearson,
2011: 3).
Teknologi seluler awal masih memiliki kemiripan dengan
teknologi radio atau penyiaran. Pemancar berkekuatan tinggi ditaruh di atap
gedung tinggi atau rumah, dan memancarkan sinyal dengan jangkauan 20-30 mil.
Jaringan seluler generasi pertama menggunakan kanal frekuensi 40, 150, dan 450
MHz, yang mampu memuat lebih dari 40 channel
untuk telepon mobile. Ternyata,
permintaan pasar akan layanan ini begitu besar hingga membuat konsumen harus
menunggu cukup lama untuk mendapat giliran. Hal ini diperburuk dengan fakta
bahwa orang dengan jabatan atau keperluan penting (misalkan dokter atau pegawai
pemerintahan) lebih diutamakan untuk menggunakan layanan ini, hingga kadang
rakyat biasa harus menunggu cukup lama (Frenkiel, 2014: 2). Bahkan menurut
Pearson (2011: 3), masalah ini masih berlanjut hingga tahun 1976, dimana Improved Mobile Telephone System (IMTS)
di New York, hanya memiliki 12 channel dan
kapasitas 2.000 pelanggan. Terkadang konsumen harus menunggu sampai 30 menit
hanya untuk mendapatkan jatah panggilan.
Sebuah solusi kemudian digagas untuk mengatasi
problematika ini, yakni dengan mengganti konsep pemancar tunggal berkekuatan
tinggi dengan beberapa pemancar berkekuatan lebih rendah yang tersebar dalam
area yang lebih luas dan mencakup lebih banyak spektrum. Ide ini sebenarnya pertama
kali digagas oleh Bell Labs pada
tahun 1947, namun saat itu teknologi yang ada belum mendukung (Pearson, 2011:
3). Hingga pada 1971, AT&T mengajukan proposal ke Federal Communications Commission (FCC) tentang konsep komunikasi
seluler. Pertimbangan FCC terhadap proposal AT&T memakan waktu yang tidak
sedikit, baru pada 1983, FCC mengalokasikan spektrum 40 MHz pada band (pita) 800 Mhz. Hal inilah yang
menjadi awal mula pengembangan generasi pertama dari jaringan seluler komersil.
Jaringan seluler pertama kali diluncurkan di Jepang
oleh Nippon Telephone and Telegraph
Company (sekarang dikenal dengan nama NTT-Docomo) pada 1979. Disusul oleh
Eropa pada 1981 lewat peluncuran sistem Nordic
Mobile Telephone (NMT-400), sistem pertama yang mendukung roaming
internasional. Generasi pertama (1G) ini masih memiliki kecepatan yang sangat
lambat, sinyal yang belum stabil, serta rentan terhadap penyadapan oleh pihak
luar karena sama sekali belum dilengkapi teknologi pengamanan (Patil, 2014: 204).
Generasi seluler kedua (2G) diluncurkan pada akhir
1980-an. Dikenal juga dengan nama GSM, 2G membawa teknologi baru, yaitu
modulasi digital yang mampu meningkatkan performa dibanding dengan analog, terutama
dalam kualitas suara (Pearson, 2011: 6, 10). Teknologi ini juga membawa layanan
baru untuk telepon seluler berupa pengiriman pesan singkat (SMS), serta
kemampuan untuk mengakses internet lewat jaringan GPRS dan EDGE yang memiliki
kisaran kecepatan 64-144 kbps. Kebutuhan akan akses internet yang semakin
meningkat membuat International
Telecommunications Union (TTU) mulai mengembangkan teknologi seluler
generasi ketiga (3G) yang memiliki tujuan utama untuk meningkatkan kecepatan
akses data. 3G beroperasi pada spektrum 2100 MHz, dan memungkinkan layanan baru
berupa video call dan akses internet
kecepatan tinggi yang sanggup mencapai 384 kbps. Bahkan, peluncuran teknologi
HSPA+ (3,5G) pada 2007 mampu meningkatkan kecepatan akses data hingga 14,4 Mbps,
sebuah lompatan yang sangat signifikan (Pearson, 2011: 12).
Long Term
Evolution (LTE) merupakan generasi keempat dari teknologi seluler yang
dikenalkan pada 2012. LTE tidak membawa banyak teknologi baru dibanding 3G,
namun ia mampu memberikan akses data yang jauh lebih cepat hingga mencapai 100
Mbps. Hal ini sangat penting, terutama karena kehadiran smartphone yang membuat banyak orang memerlukan layanan seluler berkecepatan
tinggi untuk mengakses internet, media sosial, maupun bermain game online. Beberapa provider seluler di Amerika Serikat dan
negara maju lainnya bahkan sudah mampu memberi akses kecepatan hingga 1 Gbps
(1000 Mbps) pada tahun 2014 (Patil, 2014: 205).
Teknologi generasi kelima (5G) merupakan teknologi seluler
anyar yang menjadi salah satu topik terpanas dalam dunia teknologi modern ini,
dan sudah ramai diperbincangkan dari awal tahun 2018. 5G diharapkan mampu
menghadirkan kecepatan yang jauh lebih tinggi lagi dibandingkan LTE. Tentu
kebutuhan ini tidak lepas dari perkembangan dan perubahan tren teknologi
komputasi yang sekarang sedang mengarah ke cloud
computing (komputasi awan), yang mana sangat memerlukan akses data secara masif,
cepat, dan stabil 24 jam penuh. Teknologi seluler terbaru ini diprediksi mampu mencapai
kecepatan 5 Gbps dengan ongkos yang semakin murah, sehingga semakin mampu
dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat (Patil, 2014: 206-207).
Perusahaan-perusahaan ternama, seperti Samsung, LG,
dan Xiaomi, tentu tidak mau tertinggal dalam tren perkembangan seluler terbaru
ini. Terbukti, pada tahun 2019 sudah ada cukup banyak smartphone yang mendukung jaringan 5G, sebut saja Samsung Galaxy
S10, Oppo R15, atau Motorola Z4 (Team Digit, 2019). Memang saat ini kebanyakan smartphone yang mendukung 5G masih
berada pada kelas flagship (kelas
atas) dengan spesifikasi yang tinggi, namun memiliki harga yang mahal. Diharapkan
dalam beberapa waktu ke depan, kelas menengah atau bahkan bawah juga akan bisa
menikmati teknologi anyar ini. 5G juga diharapkan tidak hanya dimanfaatkan
untuk keperluan seluler saja, namun juga digunakan dalam bidang lain, seperti
sistem kecerdasan buatan dan mobil otomatis (5GCAR), media penyiaran (5G-MEDIA),
kemanan publik (MATILDA), hingga kesehatan lewat layanan dokter dan konsultasi
kesehatan berbasis aplikasi serta teknologi cloud
(EU5G Consortium Parties, 2018: 92-93).
Daftar Pustaka
Jurnal
1.
Frenkiel,
Richard. 2014. A Brief History of Mobile Communications. Journal of Bell Laboratories. Diunduh pada 1 April 2019.
2.
Pearson.
2011. Evolution of Cellular Technologies. Fundamentals
of LTE Chapter 1. Diunduh pada 1 April 2019.
3.
Patil, Ganesh
R.. 2014. 5G Wireless Technology. International
Journal of Computer Science and Mobile Computing Vol. 3, Issue 10, October 2014. Diunduh pada 1 April 2019.
4.
EU5G
Consortium Parties. 2018. The European 5G Annual Journal 2018. Diunduh pada 1
April 2019.
Artikel Daring
Team
Digit (2019, 4 Maret). Best Upcoming 5G Mobile Phones. Diakses pada 2 April
2019, dari https://www.digit.in/top-products/best-5g-mobile-phones-578.html
No comments:
Post a Comment